Pertanian di lahan gambut sering kali dianggap kurang prospektif. Ini karena faktor kesuburan rendah, keasaman tinggi dan kondisi yang selalu tergenang. Kendati demikian, bukan berarti mustahil dilakukan. Ada beberapa contoh keberhasilan di wilayah dengan pengelolaan yang baik. Namun, sebelum merencanakan pengembangan lebih luas, sangat penting memahami kategori lahan gambut terlebih dahulu.

Inilah 3 Kategori Lahan Gambut yang Kurang Direkomendasikan untuk Bertani
Dalam konteks pengelolaan yang berkelanjutan, ada tiga kategori lahan gambut yang tidak direkomendasikan untuk pengembangan pangan. Baik itu karena alasan ekologis maupun teknis. Berikut masing-masing penjelasannya.
1. Lahan Gambut dengan Kedalaman Lebih dari 1 Meter
Kedalaman gambut merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kesesuaian lahan. Gambut dengan kedalaman lebih dari satu meter tergolong sedang hingga sangat dalam.
Jenis lahan gambut ini memiliki daya menahan beban yang rendah, mudah amblas, serta sangat miskin unsur hara. Aktivitas pertanian di atasnya biasanya tergantung pada lapisan tanah mineral di bawahnya. Padahal lapisan tersebut sulit dijangkau tanpa merusak struktur gambut.
Selain itu, semakin dalam lapisan gambut, semakin besar pula cadangan karbon yang tersimpan di dalamnya. Lahan dengan kedalaman hingga 12 meter dapat menyimpan lebih dari 22 gigaton karbon.
Ketika dikeringkan atau dibuka untuk pertanian, karbon ini akan terlepas ke atmosfer sebagai gas rumah kaca. Akibatnya mempercepat laju perubahan iklim.
Dengan kata lain, semakin dalam gambutnya, semakin tinggi pula potensi kerugiannya. Karena itu, lahan gambut dalam sebaiknya dibiarkan dalam kondisi alami.
2. Lahan Gambut Bervegetasi Hutan (Primer dan Sekunder)
Ekosistem hutan rawa gambut terdiri atas tiga komponen utama, yakni tanah gambut, air dan vegetasi. Ketiganya saling terkait untuk membentuk sistem stabil.
Vegetasi alami baik hutan primer maupun sekunder memiliki fungsi penting dalam menjaga kelembapan sekaligus keseimbangan hidrologis. Ketika vegetasi ini ditebang atau dibuka untuk keperluan pertanian, keseimbangan tersebut terganggu.
Pembukaan lahan untuk pertanian umumnya dilakukan melalui penebangan dan pembuatan kanal-kanal drainase. Proses ini menyebabkan muka air tanah turun dan tanah gambut terdegradasi. Dekomposisi bahan organik di bawah kondisi kering melepaskan emisi karbon yang sangat besar.
Melansir situs pantaugambut.id, sebuah studi menunjukkan lahan gambut terbuka tanpa vegetasi dapat melepaskan sekitar 62 ton CO₂ per hektar per tahun. Ini setara dengan pembakaran lebih dari 26.000 liter bensin. Selain emisi, kehilangan vegetasi alami juga membuat gambut mudah kering dan rentan terbakar. Kebakaran gambut menghasilkan kabut asap pekat serta gas rumah kaca berbahaya seperti metana. Sehingga efek pemanasannya 21 kali lebih kuat dibanding karbon dioksida.
3. Lahan Gambut dengan Fungsi Lindung
Dalam tata kelola ekosistem gambut nasional, terdapat dua fungsi utama yakni lindung dan budidaya. Kawasan dengan fungsi lindung ditetapkan untuk menjaga tata air, menyimpan karbon, serta mencegah degradasi ekosistem. Bila kawasan ini dibuka untuk pertanian pangan, maka risiko kerusakannya akan sangat tinggi.
Analisis sejumlah lembaga menunjukkan bahwa sebagian besar lahan eks-PLG di Kalimantan Tengah masih memiliki fungsi lindung. Sekitar 883 ribu hektare di antaranya merupakan gambut lindung. Khususnya dengan sebagian besar berada di kawasan konservasi dan hutan lindung.
Jika area ini digunakan untuk pertanian gambut, bukan hanya fungsi ekologis yang akan hilang. Melainkan juga potensi bencana seperti banjir, kekeringan dan kebakaran yang meningkat tajam.
Lahan Gambut yang Relatif Sesuai untuk Pertanian
Setelah mengetahui kategori lahan gambut yang tidak disarankan untuk pertanian, muncul pertanyaan apakah masih ada jenis yang dapat dimanfaatkan. Jawabannya, tentu ada. Namun dengan syarat ketat serta pengelolaan yang hati-hati.
Secara umum, lahan yang relatif sesuai untuk pertanian adalah gambut dangkal dengan kondisi hidrologi terkendali. Selain itu, pastikan mereka telah mengalami pembukaan sejak lama. Bukan kawasan baru yang masih alami.
Nah, itulah kategori lahan gambut yang baik dan kurang direkomendasikan untuk program pertanian. Dengan memahami karakteristiknya, para petani dapat lebih bijak memanfaatkan lahan. Tentunya diimbangi dengan sistem tata air secara optimal dan komoditas yang sesuai.



